Menyibukkan diri dengan mempercepat perjalanan menuju arena terakhir dan berhenti bertanya adalah keputusan terbaik untuk pergi dari masa lalu. Semua dilema, kesepian dan kagilaan yang selalu ada selama ini akan tetap berlanjut. Sejak awal Ara merasa keputusan yang diambilnya tidak akan berhasil. Ara mencoba menyakinkan dirinya" Ahh.. tidak ada salahnya mencoba untuk percaya, tidak ada salahnya sekedar untuk mencoba. Namun ternyata Ara mencoba percaya pada orang yang salah".
Tanpa sebuah aba-aba, tanpa sebuah kata-kata pamit perpisahan, menghilang. Lenyap bak ditelan bumi. Sampai lima hari yang lalu Ara tetap butuh penjelasan "Mengapa?" dan "Apa yang salah?". Seperti orang idiot nan bodoh. Ara tahu sekarang itu tidaklah penting. Jika bisa memilih, Ara akan mengganti kata "Bak ditelan Bumi" menjadi "Seharusnya dia benar-benar lenyap dan tak ada lagi di muka bumi ini". Terasa murka, namun mencoba memaafkan terasa terlalu naif.
Ara banyak belajar banyak hal dari keputusannya yang salah. Ia sadar, ia tidak salah. Yang salah adalah orang yang Ia beri kepercayaan. Apapun yang terjadi, Dia berjanji tidak akan meninggalkan arena perang. Dia yang mengajukan diri untuk berjuang bersama Ara. Menjadi patner yang sempurna untuk menaklukkan dunia. Egois sungguh. Bayangkan ketika Ara babak belur, dalam keadaan hancur menghadapi arena. Tidak bisa melihat dan bernafas. Saat itu mereka tidak dalam sebuah masalah, Dia pergi meninggalkan Ara dengan menghunuskan pedang, memberi luka yamg seharusnya sudah Ara tahu akan ada. Dia bukan hanya sekedar melukai tapi juga melarikan diri. Menujukkan secara langsung kepada Ara, bahwa Dia tak pantas untuk menjadi sekedar pertimbangan.
Tembok tinggi yang selama ini Ara bangun ternyata tak cukup menjadi pertahanannya. Ara akan membangun tembok lebih tinggi dan kokoh dari sebelumnya. Setelah mengasah pedang yang ia gunakan tadi siang, Ara beristirahat di tengah padang rumput yang dekat dengan sungai. Ara berbaring melihat langit. Gemerlap cahaya bulan dan bintang membuat Ara merasa sedikit tenang.
"Bulan dan bintangnnya sungguh indah bukan?"
Ara yang terkejut mendengar suara itu, Ia refleks langsung bangun menarik pedang dan meletakan posisi pedangnya ke arah suara.
"Siapa kau?" Mata Ara menatap tajam
"Hai, tenanglah. Aku hanya seorang pengembara yang lewat."
"Kau harus pergi dari sini!" Perintah Ara sini. Ara menarik kembali pedangnya.
"Ya, aku hanya sekedar lewat. Ambil ini." Si Pengembara melemparkan sesuatu pada Ara. Sebuah kotak misterius.
"Hei, apa ini?' Tanya Ara, namun si Pengembara menghilang. Ara melihat sekelilingnya, tidak ada orang satupun. Ara membuka kotak itu, ada cahaya yang keluar seperti kunang-kunang. Ara seperti terhisap dan masuk dalam kotak tersebut. Ia melihat sesuatu yang tidak seharusnya Ia lihat lebih jauh. Segala jenis emosi, kegilaan, keburukkan dan keinginan terkelam. Ara merasa seluruh tubuhnya lemas, ia seperti tak memiliki sedikitpun tenaga. Kepalanya pusing dan berputar-putar. Ara jatuh, sebuah lagu terdengar mengalun dari dalam kotak sebelum Ara kehilangan seluruh pandangannya.
With Love, Rie Chan
"Langit, Senja, Semesta dan Takdir"
No comments :
Post a Comment